Hal yang Harus Diperhatikan Dalam Kontrak Antara Developer dan Publisher

Developer fokus untuk membuat game, sementara publisher cenderung fokus pada sisi marketing dan distribusi

Developer dan publisher game punya peran penting untuk meluncurkan game. Namun, keduanya merupakan dua entitas berbeda yang juga punya fokus bisnis yang berbeda pula.

Pada dasarnya, developer game adalah perusahaan yang fokus pada aspek kreatif dari pembuatan game, sementara publisher lebih fokus pada sisi finansial, seperti distribusi dan marketing game.

Developer game bisa didefinisikan sebagai perusahaan atau entitas yang mendesain dan menciptakan game, menurut laporan GamingStreet. Jumlah staf yang dipekerjakan oleh developer untuk membuat game beragam. Ada game yang bisa dibuat oleh satu orang saja, seperti Stardew Valley, tapi juga ada game-game yang membutuhkan tim berisi ratusan orang.

Menurut survei dari Kementarian Komunikasi dan Informatika pada 2021, kebanyakan developer game di Indonesia memiliki biaya produksi sebanyak kurang dari Rp10 juta per tahun.

Sementara itu, publisher merupakan perusahaan yang menyediakan bantuan pada developer berupa pendanaan, marketing, distribusi, dan public relations (PR). Publisher juga bisa membantu developer untuk merilis game mereka di kawasan atau platform tertentu.

Publisher juga bisa membantu developer dengan memberikan dana untuk membuat game. Walau sekarang, semakin banyak cara bagi developer untuk mengumpulkan dana secara mandiri. Misalnya, developer bisa melakukan crowdfunding atau bahkan membuka early access dari game yang mereka buat.

Perbedaan Antara Developer dan Publisher

Ketika ditanya tentang tanggung jawab developer dan publisher game, CEO Majamojo, Jungwon Hahn menjawab, melalui pesan singkat, "Developer akan fokus untuk membuat game yang akan disukai oleh para gamers. Sementara publisher akan bertanggung jawab atas proses marketing, khususnya untuk mendapatkan pemain baru. Setelah itu, baik publisher dan developer akan fokus untuk mempertahankan gamers yang ada agar mereka terus aktif memainkan game."

Salah satu fokus publisher adalah untuk mendapatkan pemain baru. | Sumber: The Tool

Lebih lanjut, Hahn menjelaskan, beberapa developer memilih untuk membuat update konten dari game mereka secara mandiri. Alasannya, karena mereka ingin untuk memastikan bahwa konten tersebut tetap bisa dinikmati oleh para gamers. "Tapi idealnya, developer dan publisher terus bekerja sama demi memberikan update yang sesuai dengan kritik dan saran dari para pemain," ungkap Hahn.

Hahn menambahkan, tak hanya marketing dan distribusi, publisher juga biasanya bertanggung jawab atas sisi teknis dan customer service. Tanggung jawab untuk membuat dan mengatur komunitas juga biasanya jatuh ke tangan publisher, termasuk dalam pengembangan skena esports dan penyelenggaraan events, baik secara online maupun offline. "Pada dasarnya, developer fokus untuk membuat konten di game, sementara publisher fokus untuk mengatur gamers yang memainkan game tersebut," katanya.

Kontrak Antara Developer dan Publisher

Setiap developer dan publisher game punya preferensi dan keahlian masing-masing. Karena itu, kontrak antara keduanya biasanya tidak selalu sama. Namun, secara garis besar, publisher punya tiga tugas utama. Pertama, mendanai proses pembuatan game. Kedua, memasarkan game yang telah dibuat oleh developer. Ketiga, mendistribusikan game.

Meskipun begitu, developer bisa saja memilih untuk mencari sumber dana lain. Terkadang, publisher hanya mendapatkan tugas untuk mendistribusikan sebuah game dan proses marketing dari game ditangani langsung oleh sang developer.

Satu hal yang pasti, saat developer hendak menandatangani kontrak dengan publisher, ada beberapa hal penting yang dibahas. Salah satunya adalah tentang hak cipta atau copyright dari game yang dibuat.

Dulu, hak cipta atas sebuah game hampir selalu jatuh ke tangan publisher, apalagi ketika publisher memang mendanai proses pembuatan game. Sekarang, perjanjian antara developer dan publisher terkait hak cipta atas sebuah game berbeda-beda, tergantung pada keputusan kedua belah pihak, seperti yang disebutkan oleh NewTech.

Kini, biasanya, publisher hanya akan mendapatkan lisensi atas sebuah game. Lisensi yang diberikan pada publisher pun beragam. Secara garis besar, lisensi yang diberikan untuk publisher bisa dibagi ke dalam empat kategori:

1. Lisensi berdasarkan kawasan Dengan lisensi ini, publisher berhak untuk merilis sebuah game di negara atau kawasan tertentu. Sebagai contoh, Tencent merupakan publisher dari PUBG Mobile secara global. Tapi, di Vietnam, PUBG Mobile dirilis di bawah label VNG Game Publishing. Sementara di India, Krafton bertanggung jawab langsung atas Battlegrounds Mobile India (BGMI) setelah PUBG Mobile diblokir.

2. Lisensi berdasarkan platform Selain berdasarkan kawasan, developer juga bisa memberikan lisensi berdasarkan platform. Dengan begitu, publisher hanya akan punya hak untuk merilis game di platform tertentu. Lisensi ini juga bisa menentukan apakah publisher punya hak untuk menjual game secara fisik atau melalui channel distribusi tertentu, seperti Steam atau Epic Games Store.

3. Lisensi atas porting Dalam kontrak antara developer dan publisher, keduanya juga bisa menentukan apakah publisher akan punya hak untuk melakukan "porting" dari game yang developer buat ke platform lain. Jika ya, biasanya, dalam kontrak juga akan dibahas tentang platform apa saja yang bisa diakses oleh publisher.

4. Lisensi atas pelokalan Untuk membuat game tetap relevan, terkadang, ia harus melalui proses pelokalan, misalnya dengan mengubah bahasa atau events dalam game. Melalui lisensi pelokalan, publisher akan mendapatkan hak atas pelokalan game di negara/kawasan tertentu.

Game juga bisa diadaptasi ke konten lain, seperti film. | Sumber: ComicBook

Selain membahas lisensi yang didapat oleh publisher, kontrak antara developer dan publisher juga akan membahas beberapa poin lain. Salah satunya, hak untuk menjual merchandise dan konten spin off dari game, seperti film dan komik.

Eksklusivitas juga menjadi hal lain yang developer harus pertimbangkan sebelum mereka menandatangani kontrak dengan publisher. Kontrak non-eksklusif memungkinkan developer untuk bekerja sama dengan lebih dari satu publisher. Hal ini memungkinkan developer untuk mencari publisher yang mau memberikan penawaran terbaik.

Sebelum bekerja sama dengan developer, publisher juga memiliki pertimbangan mereka sendiri. Menurut Hahn dari Majamojo, rekam jejak developer jadi ssalah satu hal publisher pertimbangkan. Tak hanya itu, publisher juga akan melihat jenis game yang developer coba buat: apakah game itu berpotensi untuk menjadi game yang menyenangkan.

Masalah yang Mungkin Muncul

Selain hak cipta atas game, pembagian pemasukan jadi hal penting lain yang harus diperhatikan dalam kontrak antara developer dan publisher. Ketika ditanya tentang pembagian pendapatan antara developer dan publisher,Jungwon Hahn dari Majamojo mengatakan bahwa pembagian hasil akan tergantung dari kesepakatan pihak developer dan publisher. "Pada akhirnya, kami akan berusaha untuk membuat kontrak yang menguntungkan kedua belah pihak," ujarnya.

Hahn juga menjelaskan, jika ada pihak yang melanggar kontrak, maka masalah tersebut akan diselesaikan sesuai dengan persetujuan pihak developer dan publisher.

Contoh pertikaian yang terjadi antara developer dan publisher adalah masalah antara Mojiken Studio dan PQube Games. Pada akhir Agustus 2022, Mojiken mengumumkan bahwa mereka akan menunda peluncuran A Space for the Unbound. Mereka menyebutkan, alasan mereka melakukan itu karena PQube sebagai publisher telah melakukan manipulasi dan eksploitasi terkait dana pengembangan game tersebut.

Melalui Twitter, Mojiken menjelaskan, PQube memanfaatkan status Mojiken sebagai developer asal Indonesia untuk mendapatkan dana hibah dari "platform konsol ternama". Dana itu sendiri ditujukan untuk membantu developer dari golongan minoritas untuk melewati masa krisis selama pandemi.

Masalahnya, Mojiken menyebutkan, PQube tidak memberikan dana itu pada Mojiken. PQube justru mencoba untuk memanfaatkan keberadaan dana itu untuk mendorong Mojiken memberikan pembagian pemasukan yang lebih besar.

Seolah hal itu tidak cukup buruk, Mojiken juga menuduh bahwa PQube telah menahan hak atas perilisan A Space for the Unbound untuk konsol. Mojiken pun memutuskan untuk menunda peluncuran A Space for the Unbound. Dan sekarang, mereka tengah mencoba untuk mencari publisher baru, menggantikan PQube.

Kepada The Verge, PQube memberikan pernyataan resmi untuk menanggapi tuduhan Mojiken. Mereka membantah semua tuduhan tersebut. Mereka mengklaim, mereka telah memberikan dana untuk mengembangkan, marketing, dan porting dari A Space for the Unbound. Mereka justru balik menuduh Toge Productions -- publisher Indonesia yang juga membantu Mojiken -- mencoba untuk mengubah ketentuan dalam kontrak.

Pembagian Pendapatan

Walau sekarang developer bisa mencari dana sendiri, salah satu tugas utama publisher tetaplah menyediakan dana untuk mengembangkan game. Ketika publisher menyiapkan dana untuk mengembangkan game pada developer, dana itu biasanya berupa pinjaman bebas bunga, yang akan dibayarkan setelah game dirilis.

Total biaya pendanaan tentu saja menjadi faktor penting yang harus diperhatikan oleh developer dan publisher. Hal lain yang harus diperhatikan oleh keduanya adalah mekanisme pemberian dana. Biasanya, publisher akan memberikan dana secara berkala, setelah developer mencapai titik tertentu dalam proses pengembangan.

Sebagai contoh, publisher akan memberikan sejumlah dana ketika developer telah selesai membuat dokumen desain game dan mereka akan kembali mengucurkan dana segara setelah developer berhasil membuat prototipe.

Publisher biasanya menentukan persyaratan sebelum memberikan dana pengembangan game. | Sumber: YouTube

Ketika publisher memberikan dana untuk pengembangan game, developer harus memperhatikan persyaratan yang ditentukan oleh publisher sebelum mereka memberikan dana tersebut.

Baik developer maupun publisher pun harus memastikan dana yang diberikan oleh publisher untuk menyelesaikan tugas tertentu -- seperti membuat prototipe game -- memang memadai. Jangan sampai, dana habis sebelum developer bisa menyelesaikan persyaratan untuk mendapatkan ronde pendanaan berikutnya.

Ketika game sudah sempurna dan hendak diluncurkan, publisher berhak untuk menentukan harga dari game tersebut. Namun, developer bisa menentukan kapan game itu bisa dijual dengan harga diskon atau dimasukkan ke dalam paket bundling dengan game lain, menurut Kellen Voyer, pengacara yang sering berkutat dengan developer indie, pada PC Gamer.

Tak hanya mekanisme pencairan dana dari publisher, kontrak antara developer dan publisher juga biasanya akan membahas tentang metode pengembalian dana pengembangan game.

Voyer menjelaskan, saat game baru dirilis, 60% pemasukan game biasanya akan masuk ke publisher, sementara developer hanya mendapatkan 40% dari pemasukan. Karena, dalam periode ini, fokus utama publisher adalah untuk mendapatkan kembali modal yang telah mereka berikan pada developer untuk membuat game. Setelah publisher mendapatkan kembali modalnya, maka developer akan mendapatkan porsi pemasukan yang lebih besar, yaitu 60%, dan publisher mendapatkan porsi 40%.

Pembagian pemasukan antara developer dan publisher tidak selalu sama. Terkadang, jika publisher memberikan dana untuk mengembangkan game, mereka akan meminta semua pemasukan dari game sampai total dana yang mereka keluarkan terbayar.

Sebaliknya, jika publisher hanya menawarkan untuk melakukan distribusi dan marketing, developer akan mendapatkan porsi yang lebih besar dari pendapatan game. Dalam kasus tersebut, rata-rata, developer bisa mendapatkan hingga 71% dari total pemasukan.

Sumber header: GameRant