2021, Tiongkok Masih Jadi Pasar Esports Terbesar di Asia

Sementara Indonesia merupakan pasar esports terbesar untuk kawasan Greater Southeast Asia

Bagi pelaku industri esports, Asia masih menjadi region paling penting. Karena, Asia memberikan kontribusi paling besar pada total pemasukan industri esports di 2021. Tahun lalu, nilai pasar esports mencapai US$1,1 miliar. Dan pasar esports Asia memberikan kontribusi sebesar 57% pada total pemasukan tersebut. Belum lama ini, Niko Partners merilis laporan terbaru tentang kondisi industri esports di Asia dan Tiongkok. Berikut ulasan lengkapnya.

Industri Esports di Asia

Pasar esports Asia di 2021 bernilai US$634,3 juta, naik 16,6% jika dibandingkan dengan valuasi industri esports pada 2020. Tak hanya pemasukan, jumlah fans esports di kawasan Asia juga mengalami peningkatan. Pada 2021, jumlah fans esports di Asia mencapai 700 juta orang, naik 13% dari tahun sebelumnya.

Menurut laporan Niko Partners, game-game esports terpopuler di Asia mengusung genre battle royale dan MOBA. Di PC, tiga game esports paling populer di kalangan gamers Asia adalah League of Legends, PUBG, dan VALORANT. Sementara untuk mobile esports, tiga game yang menjadi favorit adalah PUBG Mobile -- yang dikenal dengan nama Battlegrounds Mobile India (BGMI) di India -- Free Fire, dan League of Legends: Wild Rift.

Tahun lalu, industri esports tampaknya mulai pulih dari dampak buruk yang muncul akibat pandemi COVID-19. Salah satu buktinya adalah meningkatnya harga sponsorship esports. Selain itu, nilai kerja sama pelaku esports dengan brands juga naik. Begitu juga dengan nilai turnamen esports -- baik turnamen yang diadakan secara offline maupun online. Pada 2021, semakin banyak brands yang kerja sama dengan pelaku esports. Nilai kerja sama tersebut juga menunjukkan tren naik.

Pemasukan industri esports untuk kawasan Asia. | Sumber: Niko Partners

Pada 2021, Greater Southeast Asia (GSEA) merupakan pasar esports terbesar kedua untuk kawasan Asia. Tahun lalu, total pemasukan industri esports di GSEA mencapai US$80,1 juta, naik 27,3% dari tahun sebelumnya. Hal ini menjadikan GSEA sebagai region dengan pertumbuhan industri esports paling besar di Asia. Hal ini tidak aneh, mengingat GSEA merupakan rumah dari 381 juta gamers.

Setelah GSEA, India menjadi pasar esports dengan pertumbuhan terbesar ke-2 di Asia. Pada 2021, pemasukan industri esports di India naik 26% dari tahun 2020, mencapai US$20,3 juta.

"India merupakan pasar esports yang besar. Tapi, selama ini, pasar esports India cenderung dipandang sebelah mata karena rasio pemasukan dan jumlah peserta yang tidak berimbang," kata Alexander Champlin, Head Esports, Niko Partners, pada CNBC. "Hal itu berarti, ketika daya beli dan jumlah pengguna smartphone di India naik, jumlah pemain dan audiens esports juga akan meningkat pesat. Kami juga melihat, ada beberapa pemain esports penting yang mulai menanamkan investasi di pasar esports India."

Di kawasan GSEA, Indonesia menjadi negara yang memiliki pasar esports paling besar. Di Tanah Air, total pendapatan para pelaku industri competitive gaming pada tahun lalu mencapai US$14,9 juta. Setelah Indonesia, negara GSEA dengan pemasukan industri esports terbesar adalah Thailand, yang berhasil mengumpulkan US$14,1 juta sepanjang 2021. Posisi ketiga diisi oleh Filipina, yang memiliki pemasukan sebesar US$13,5 juta.

Tiongkok Masih Dominasi Industri Esports

Tiongkok masih menjadi negara dengan pasar esports terbesar di Asia dan di dunia. Pada 2021, total pemasukan industri esports di Tiongkok mencapai US$403,1 juta, naik 14% dari tahun sebelumnya. Hal itu berarti, Tiongkok memberikan kontribusi sebesar 57% pada total pemasukan industri esports di Asia. Di tingkat internasional, kontribusi Tiongkok di pasar esports mencapai 36% dari total pemasukan industri esports.

Tak hanya itu, jumlah penonton esports di Tiongkok juga mengalami kenaikan 11,8% dari tahun 2020, menjadi 434 juta orang pada 2021. Niko Partners juga menemukan, orang-orang yang ikut serta dalam kompetisi esports cenderung lebih aktif berinteraksi saat bermain game. Untuk lebih tepatnya, mereka 1,5 kali lebih interaktif dari gamer biasa. Buktinya, mereka menghabiskan waktu lebih banyak untuk menonton siaran streaming game.

Data pemasukan dan jumlah penonton esports di Tiongkok. | Sumber: Niko Partners

Para kompetitor turnamen esports menghabiskan 2,3 jam untuk menonton siaran game streaming setiap minggunya. Sebagai perbandingan, gamers biasa hanya menghabiskan waktu 1,6 jam untuk menonton streaming game. Gamers yang bertanding di turnamen juga menghabiskan waktu lebih lama untuk bermain game, yaitu selama 11,1 jam dalam seminggu. Sementara gamers non-esports bermain selama 7,3 jam seminggu.

Gamers yang berkompetisi di turnamen esports juga menghabiskan lebih banyak uang di game. Jumlah uang yang mereka habiskan mencapai 2,4 kali lipat lebih banyak dari orang-orang yang tidak memainkan game esports. Rata-rata, dalam sebulan, para kompetitor esports menghabiskan uang sebesar RMB112 (sekitar Rp250 ribu). Sebagai perbandingan, gamers biasa hanya menghabiskan uang sebanyak RMB47 (sekitar Rp104 ribu) dalam sebulan.

"Di industri esports, satu kelebihan yang Tiongkok punya adalah pasar yang besar dengan populasi gamers yang banyak. Para gamers ini juga tertarik dengan konten esports dan ingin menjadi pemain profesional," kata Champlin.

Hal lain yang menarik tentang Tiongkok adalah pasar esports di sana tetap tumbuh walau belakangan, pemerintah justru memperketat peraturan terkait gaming. Contohnya, pembatasan waktu bermain untuk gamers di bawah umur. Selain itu, pemerintah Tiongkok juga sempat menghentikan pemberian izin untuk peluncuran game baru.

"Regulasi ini akan mempersulit regenerasi pemain esports di masa depan," ujar Champlin. "Jadi, walau game esports dan selebritas esports tetap populer, kami agak khawatir bagaimana regulasi baru tersebut mempengaruhi industri esports di masa depan... Dan apakah hal itu juga akan mempengaruhi dominasi Tiongkok di bidang esports."

Pemasukan Wild Rift Tembus US$500 Juta

Belum lama ini, Riot Games merayakan pencapaian dari salah satu mobile game mereka. Sensor Tower mengungkap, total belanja para pemain League of Legends: Wild Rift telah menembus US$500 juta. Selain itu, pada semester pertama 2022, Wild Rift juga berhasil menjadi game MOBA dengan pemasukan terbesar ke-2.

Dalam enam bulan pertama dari 2022, Wild Rift berhasil mengumpulkan pendapatan sebesar US$218 juta. Hanya saja, pemasukan Wild Rift masih kalah jauh dari pendapatan Honor of Kings, yang mendapatkan US$1,4 miliar hanya dalam waktu 6 bulan. Sementara itu, gelar game MOBA dengan pemasukan terbesar ke-3 pada semester pertama 2022 dipegang oleh Brawl Stars dari Supercell.

Ada satu kesamaan dari Honor of Kings, Wild Rift, dan Brawl Stars: ketiganya ada di bawah naungan Tencent. Memang, Tencent telah mengakuisisi Riot Games dan Supercell. Sebagai publisher game terbesar di dunia, salah satu strategi Tencent untuk menguasai industri game adalah dengan membeli saham atau bahkan mengakuisisi developer dari game-game populer.

Pemasukan mobile game buatan Riot Games. | Sumber: Sensor Tower

Sebagian besar pemasukan Wild Rift berasal dari Tiongkok. Sejauh ini, Tiongkok menyumbangkan US$364,6 juta atau sekitar 72,2% dari total pemasukan Wild Rift. Padahal, Sensor Tower hanya bisa menghitung total pengeluaran dari gamers Tiongkok yang menggunakan iOS. Riot mulai merilis Wild Rift pada Oktober 2020. Namun, game itu baru dirilis di Tiongkok satu tahun kemudian, yaitu pada 8 Oktober 2021. Bulan tersebut menjadi salah satu bulan dengan pemasukan terbesar untuk Wild Rift. Secara total, pada Oktober 2021, Wild Rift mendapatkan US$79 juta.

Setelah Tiongkok, negara lain yang memberikan kontribusi terbesar pada pemasukan Wild Rift adalah Amerika Serikat. Total spending gamers di negara itu mencapai 6,8% dari total pemasukan Wild Rift. Sementara Korea Selatan menjadi negara dengan kontribusi terbesar ke-3. Negara tersebut menyumbangkan 3,7% dari total pemasukan Wild Rift.

Sumber header: Wikipedia