1 August 2022

by Yabes Elia

Wawancara Eksklusif dengan Presiden AGI tentang Pemblokiran Kominfo ke Steam, Epic Games, dan Lainnya.

Sebelumnya, AGI memang sempat memberikan tanggapannya. Namun saya belum puas dan melemparkan sejumlah pertanyaan.

Komunitas gamer PC dibuat heboh, panik, dan darah tinggi sabtu pagi kemarin (30 Juli 2021) ketika terjadi pemblokiran Kominfo ke 2 layanan PC gaming paling populer, Steam dan Epic Games.

Anda bisa membaca penjelasan lebih detail di tautan di atas jika ketinggalan beritanya.

Update terakhir, Kominfo mengatakan jika Steam sudah dalam proses pendaftaran PSE. Meski begitu, masih banyak pertanyaan terkait regulasi PSE yang berhubungan dengan hajat hidup para gamer.

AGI, Asosiasi Game Indonesia, sebenarnya sempat memberikan tanggapannya terkait pemblokiran Kominfo tadi. Namun sayangnya, tanggapan tadi tidak menjawab banyak pertanyaan yang masih malang melintang di kepala saya.

Karena itu, saya pun menghubungi langsung Cipto Adiguno, selaku Presiden AGI untuk melemparkan sejumlah pertanyaan. Berikut ini adalah pertanyaan saya dan jawaban Cipto.

Pengurus AGI. Sumber: tangkapan layar website resmi AGI.

(Yabes/Hybrid) Apakah Kominfo ada diskusi atau minta pendapat dari AGI terkait pemblokiran Steam dan Epic Games? Soalnya kan banyak developer-developer game anggota AGI yang jadi terganggu dengan pemblokiran ini.

(Cipto) Sudah ada diskusi antara KOMINFO dan AGI mengenai peraturan PSE. Sayangnya, Steam serta Epic Games, tidak melakukan pendaftaran sebelum tenggat waktunya. Untungnya, sejauh ini pengaruh pemblokiran kedua platform pada developer game Indonesia relatif minor.

(Y/H) Apakah AGI tahu ada alasan apa kenapa Kominfo spesifik sebut Dota dan CS (ingat yang benar Dota 2 dan CS:GO)? Maksudnya, bukankah kalau Steam diblokir, otomatis Dota dan CS juga tidak bisa diakses?

(C) KOMINFO memberlakukan Steam, CS, dan Dota sebagai satuan layanan Sistem Elektronik (SE) masing-masing. Walau saat ini CS dan Dota diakses melalui Steam, setiap SE perlu didaftarkan satu per satu. Hal ini untuk menghindari kemungkinan misalnya CS dan Dota dapat diakses melalui aplikasi mandiri dan bukan terikat dengan Steam.

(Y/H) Apakah berarti semua game di Steam dan Epic Games Store juga nantinya harus didaftarkan satu per satu? Di Steam dan EGS, ada banyak game yang tidak bisa hanya sekadar dikategorikan sebagai online dan offline. Ada game yang bisa dimainkan singleplayer tapi juga multiplayer secara online. Gimana kualifikasinya?

(C) Kalau offline tidak perlu. Menurut definisi Kominfo, kalau layanannya bisa diakses tanpa koneksi internet, tidak perlu mendaftar PSE.

(Y/H) Untuk membuat kebijakan kan, idealnya, sudah ada landasan riset dan hitung-hitungan dampak dari kebijakan tersebut. Apakah AGI tahu landasan apa yang digunakan, terkait dengan dampaknya ke industri game di Indonesia?

(C) Seperti halnya berbagai negara lain, peraturan PSE ditegakkan untuk menjadikan ruang digital Indonesia berdaulat. Artinya, apabila terjadi suatu permasalahan atau kejahatan digital oleh suatu PSE, pihak yang berwenang di Indonesia memiliki kekuatan untuk menghadapinya. Tanpa terdaftarnya PSE, sulit untuk sebuah transaksi digital diganggu-gugat oleh pihak di Indonesia. Contoh peraturan serupa di negara lain adalah Digital Services Act Package.

(Y/H) Sampai hari ini, layanan Nintendo dan PlayStation tidak diblokir padahal mereka juga belum mendaftar. Kenapa? Apakah nanti 2 layanan tadi akan jadi target berikutnya untuk diblokir?

(C) Untuk sementara, sanksi penutupan akses baru dilakukan ke sejumlah SE terpopuler di Indonesia. Kewajiban mendaftar berlaku untuk semua PSE dan SE, sehingga di masa depan apabila mereka belum terdaftar akan berpotensi terkena sanksi juga.

(Y/H) Menurut AGI, apa sih dampak positif dan negatif, jika misalnya layanan-layanan seperti Steam dkk. atau bahkan merembet ke Nintendo dan PlayStation tetap diblokir? Mungkin ga sih dicari solusi lain untuk tetap menjalankan kebijakan PSE tanpa harus blokir memblokir yang akhirnya merugikan konsumen dan developer game?

(C) Tanpa adanya peraturan seperti PSE, sulit bagi pihak yang berwenang di Indonesia melacak dan menghadapi ekosistem digital yang semakin luas dan berbahaya. Misalkan, suatu platform digital menolak mencairkan dana yang merupakan hak developer, atau suatu aplikasi investasi ternyata mengadakan transaksi palsu. Oleh karena itu, sebaiknya semua PSE dan SE didaftarkan dalam suatu sistem. Namun tanpa sanksi yang tegas seperti pemblokiran, sulit untuk memaksa penyelenggara mendaftar.

Meskipun bertujuan baik, komunikasi yang kurang efektif dan sistem pendaftaran yang kadang berkendala menyebabkan terjadinya pemblokiran yang terkesan tiba-tiba. Seandainya dieksekusi dengan lebih baik, kami rasa tidak ada alasan bagi PSE tidak mendaftar, dan tidak perlu sampai ada pemblokiran ataupun isu yang ramai seperti sekarang ini.